Menyeimbangkan dalam hidup ada waktu untuk beribadah kepada Allah, ada waktu untuk bekerja, ada waktu untuk keluarga, ada waktu untuk teman, ada waktu untuk saudara, ada waktu untuk menuntut ilmu. semua harus diseimbangkan menurut porsi masing masing.
ZINA : DOSANYA, HUKUMANNYA DI DUNIA DAN AKHIRAT
Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat
Zina adalah dosa yang sangat besar dan sangat keji serta seburuk-buruk jalan yang ditempuh oleh seseorang berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah faahisah (perbuatan yang keji) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh oleh seseorang)” [Al-Israa : 32]
Para ulama menjelaskan bahwa firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Janganlah kamu mendekati zina”, maknanya lebih dalam dari perkataan : “Janganlah kamu berzina” yang artinya : Dan janganlah kamu mendekati sedikit pun juga dari pada zina [1]. Yakni : Janganlah kamu mendekati yang berhubungan dengan zina dan membawa kepada zina apalagi sampai berzina. [2]
Faahisah فَاحِشَةً = maksiat yang sangat buruk dan jelek
Wa saa’a sabiila وَسَاءَ سَبِيلًا = karena akan membawa orang yang melakukannya ke dalam neraka.
Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa zina termasuk Al-Kabaa’ir (dosa-dosa besar) berdasarkan ayat di atas dan sabda Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Apabila seorang hamba berzina keluarlah iman [3] darinya. Lalu iman itu berada di atas kepalanya seperti naungan, maka apabila dia telah bertaubat, kembali lagi iman itu kepadanya” [Hadits shahih riwayat Abu Dawud no. 4690 dari jalan Abu Hurairah]
Berkata Ibnu Abbas. : “Dicabut cahaya (nur) keimanan di dalam zina” [Riwayat Bukhari di awal kitab Hudud, Fathul Bari 12:58-59]
Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Dari Abi Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak akan berzina seorang yang berzina ketika dia berzina padahal dia seorang mukmin. Dan tidak akan meminum khamr ketika dia meminumnya padahal dia seorang mukmin. Dan tidak akan mencuri ketika dia mencuri padahal dia seorang mukmin. Dan tidak akan merampas barang yang manusia (orang banyak) melihat kepadanya dengan mata-mata mereka ketika dia merampas barang tersebut pada dia seorang mukmin” [Hadits shahih riwayat Bukhari no. 2475, 5578, 6772, 6810 dan Muslim 1/54-55]
Maksud dari hadits yang mulia ini ialah :
Pertama : Bahwa sifat seorang mukmin tidak berzina dan seterusnya.
Kedua : Apabila seorang mukmin itu berzina dan seterusnya maka hilanglah kesempurnaan iman dari dirinya”[4]
Di antara sifat “ibaadur Rahman” [5] ialah : ‘tidak berzina’. Maka apabila seorang itu melakukan zina, niscaya hilanglah sifat-sifat mulia dari dirinya bersama hilangnya kesempurnaan iman dan nur keimannya. [6]
Setelah kita mengetahui berdasarkan nur Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa zina termasuk ke dalam Al-Kabaair (dosa-dosa besar) maka akan lebih besar lagi dosanya apabila kita melihat siapa yang melakukannya dan kepada siapa?
Kalau zina itu dilakukan oleh orang yang telah tua, maka dosanya akan lebih besar lagi berdasarkan sabda Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Ada tiga golongan (manusia) yang Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka siksa yang sangat pedih, yaitu ; Orang tua yang berzina, raja yang pendusta (pembohong) dan orang miskin yang sombong” [Hadits shahih riwayat Muslim 1/72 dari jalan Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti diatas]
Demikian juga apabila dilakukan oleh orang yang telah nikah atau pernah merasakan nikah yang shahih baik sekarang ini sebagai suami atau istri atau duda atau janda, sama saja, dosanya sangat besar dan hukumannya sangat berat yang setimpal dengan perbuatan mereka, yaitu didera sebanyak seratus kali kemudian di rajam sampai mati atau cukup di rajam saja. Adapun bagi laki-laki yang masih bujang atau dan anak gadis hukumnya didera seratus kali kemudian diasingkan (dibuang) selama satu tahun. Dengan melihat kepada perbedaan hukuman dunia maka para ulama memutuskan berbeda juga besarnya dosa zina itu dari dosa besar kepada yang lebih besar dan sebesar-besar dosa besar. Mereka melihat siapa yang melakukannya dan kepada siapa dilakukannya.
Kemudian, kalau kita melihat kepada siapa dilakukannya, maka apabila seorang itu berzina dengan isteri tetangganya, masuklah dia kedalam sebesar-besar dosa besar (baca kembali haditsnya di fasal kedua dari jalan Ibnu Mas’ud). Dan lebih membinasakan lagi apabila zina itu dilakukan kepada mahramnya seperti kepada ibu kandung, ibu tiri, anak, saudara kandung, keponakan, bibinya dan lain-lain yang ada hubungan mahram, maka hukumannya adalah bunuh. [7]
Setelah kita mengetahui serba sedikit tentang zina [8], dan dosanya, hukumannya di dunia di dalam syari’at Allah dan adzabnya di akhirat yang akan membawa para penzina terpanggang di dalam neraka, sekarang tibalah bagi kami untuk mejelaskan pokok permasalahan di dalam fasal ini yaitu hamil di luar nikah dan masalah nasab anak. Dalam fasal ini ada beberapa kejadian yang masing-masing berbeda hukumnya, maka kami berkata:
[Disalin dari kitab Menanti Buah Hati Dan Hadiah Untuk Yang Dinanti (Diringkasg dari pembahasan pembuka HAMIL DI LUAR NIKAH DAN MASALAH NASAB ANAK, Penulis Abdul Hakim bin Amir Abdat, Penerbit Darul Qolam Jakarta, Cetakan I – Th 1423H/2002M]
'' RIZKY SETELAH NIKAH ''
Ridzki adalah salah satu faktor yang paling banyak menjadi polemik, sebelum maupun setelah pernikahan. Faktor ridzki ini tak henti-hentinya menjadi pokok bahasan dalam, menjelang dan disaat kita mengarungi pernik...ahan. Waktu lamaran atau khitbah misalnya, kerap kali seorang pria ditanyai calon mertua dengan pertanyaan : sudah kerja atau belum ? kerja di mana ?, semata-mata karena kerja ada kaitannya dengan ridzki, dalam pengertian : ridzki material untuk menghidupi keluarga (suami, istri dan anak).
Mengenai jumlah material yang bakal didapat seseorang ketika dia telah menikahpun masih banyak perbedaan pendapat. Ada yang berkata : ridzki material seseorang yang menikah akan berkurang, mengingat jatah dirinya harus dibagi tiga- untuk diri, pasangan dan untuk anak-anaknya. Ada yang berkata : ridzki material seseorang yang menikah akan bertambah, mengingat ridzki dari diri, pasangan dan anak semuanya berkumpul dalam wadah yang bernama keluarga. Pendapat kedua yang lebih optimistik ini berpangkal dari asumsi, masing-masing orang sudah dikaruniai ridzki dari Allah, sehingga ridzki itu berkumpul dalam suatu wadah, yaitu keluarga. Tambah optimis mereka yang memegang prinsip kedua ini, ketika pasangan suami-istri dikaruniai kelahiran seorang anak. Sudah ada ridzki suami, ridzki istri, ditambah lagi ridzkinya seorang anak. "Banyak anak banyak ridzki," bisa berlaku pula teratas mereka yang percaya dengan prinsip yang disebut ke-2 ini.
Bila diminta memihak, maka penulis tentu akan berpihak pada pendapat ke-2, kendati secara logika pendapat pertama tidak sama sekali salah. Pendapat pertama bisa menjadi suatu kebenaran, dengan syarat : pencari nafkah tidak optimal dalam ikhtiar, sedang penerima nafkah tidak mampu mengalokasikan pendapatan secara hemat dan benar. Atau jangan-jangan, pihak yang bertanggungjawab mencari nafkah belum atau tidak mampu mencari nafkah, bagi pemenuhan kebutuhan dan stabilitas ekonomi keluarganya.
Optimisme yang mengemuka dalam pendapat pertama bisa juga menjadi buyar, ketika optimisme tidak didukung oleh maksimalisasi potensi ikhtiar, serta azas penghematan dalam pengelolaan anggaran keluarga. Pameo "banyak anak banyak ridzki" bisa tidak berlaku lagi, berganti dengan pameo : "banyak anak banyak beban." Hemat penulis, fenomena inilah yang banyak terjadi di negara ini. Dengan faktor penyebab yang ditengarai : pernikahan dini, entah karena "married by accident" atau dalih ingin lekas menunaikan perintah agama, tanpa mengukur kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi pasca pernikahan. Itulah sebabnya, untuk mencegah hal tersebut, Ibrahim Amini, seorang cendekiawan Islam meletakkan pekerjaan tetap atau stabil sebagai syarat bagi laki-laki, yang berniat menyunting seorang wanita.
KH Miftah Faridl, salah seorang ulama terkemuka Jawa Barat juga mendukung pendapat kedua, yang menganggap bahwa pernikahan adalah pembuka pintu ridzki. Membaca uraian beliau dalam buku 150 Masalah Nikah & Keluarga bisa diinsyafi bahwa, kalau seseorang menikah maka dia akan memperoleh ridzki untuk dirinya dan untuk teman hidupnya. Dengan menikah diharapkan, ridzki bertambah dengan salah satu sebab, penyaluran pembiayaan hidup yang lebih baik, dan pengelolaan pembiayaan hidup diatas azas penghematan. Pendapat beliau menjawab pertanyaan penulis tentang : mengapa seorang kawan yang masih membujang dan bekerja di perusahaan mentereng, sering mengeluh kekurangan uang. Partner yang handal dalam mengelola ridzki tak pelak menjadi pertimbangan penting, yang harus dipikirkan seseorang ketika ia memilih pasangan hidup. Kurang-cukupnya ridzki dalam sebuah keluarga akhirnya tidak ditentukan oleh jumlah material, melainkan ditentukan oleh kehandalan dan kemampuan manajerial pasangan pernikahan
dalam mengatur cash flow rumahtangga.
Seseorang hadir di hidupmu karena sebuah alasan..Mereka datang menawarkan kebahagiaan dan juga kekecewaan.ada yang hanya sesaat,tetapi ada pula yang setia setiap saat.Mereka datang silih berganti meninggalkan kisah yang kadang perih,,Namun percayalah,akan ada seseorang yang datang dan menetap sepanjang masa di hidupmu,..Allah Azza Wa Jalla sengaja membiarkanmu bertemu dengan beberapa orang yang salah,sebelum akhirnya mempertemukanmu dengan orang yang tepat,agar kamu bisa mensyukuri Karunia-Nya..
follow twitter SEHB https://twitter.com/#!/Motivasi_SEHB.
Lelaki suka dengan wanita yang menghormati dirinya sendiri sebagai seorang wanita, bersikap sopan dan mempunyai etika.Wanita yang menghormati dirinya sendiri mempunyai keyakinan dan tahu apa yg baik dan buruk diperlakukan oleh seorang lelaki terhadap dirinya. Jadi dia tahu apa yg dia inginkan dan mahu elakkan serta menjaga maruah dirinya. Dia tidak akan merendah-rendahkan dirinya dan tidak akan membiarkan lelaki memperlakukan dirinya sesuka hati.
ZINA : DOSANYA, HUKUMANNYA DI DUNIA DAN AKHIRAT
Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat
Zina adalah dosa yang sangat besar dan sangat keji serta seburuk-buruk jalan yang ditempuh oleh seseorang berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah faahisah (perbuatan yang keji) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh oleh seseorang)” [Al-Israa : 32]
Para ulama menjelaskan bahwa firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Janganlah kamu mendekati zina”, maknanya lebih dalam dari perkataan : “Janganlah kamu berzina” yang artinya : Dan janganlah kamu mendekati sedikit pun juga dari pada zina [1]. Yakni : Janganlah kamu mendekati yang berhubungan dengan zina dan membawa kepada zina apalagi sampai berzina. [2]
Faahisah فَاحِشَةً = maksiat yang sangat buruk dan jelek
Wa saa’a sabiila وَسَاءَ سَبِيلًا = karena akan membawa orang yang melakukannya ke dalam neraka.
Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa zina termasuk Al-Kabaa’ir (dosa-dosa besar) berdasarkan ayat di atas dan sabda Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Apabila seorang hamba berzina keluarlah iman [3] darinya. Lalu iman itu berada di atas kepalanya seperti naungan, maka apabila dia telah bertaubat, kembali lagi iman itu kepadanya” [Hadits shahih riwayat Abu Dawud no. 4690 dari jalan Abu Hurairah]
Berkata Ibnu Abbas. : “Dicabut cahaya (nur) keimanan di dalam zina” [Riwayat Bukhari di awal kitab Hudud, Fathul Bari 12:58-59]
Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Dari Abi Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak akan berzina seorang yang berzina ketika dia berzina padahal dia seorang mukmin. Dan tidak akan meminum khamr ketika dia meminumnya padahal dia seorang mukmin. Dan tidak akan mencuri ketika dia mencuri padahal dia seorang mukmin. Dan tidak akan merampas barang yang manusia (orang banyak) melihat kepadanya dengan mata-mata mereka ketika dia merampas barang tersebut pada dia seorang mukmin” [Hadits shahih riwayat Bukhari no. 2475, 5578, 6772, 6810 dan Muslim 1/54-55]
Maksud dari hadits yang mulia ini ialah :
Pertama : Bahwa sifat seorang mukmin tidak berzina dan seterusnya.
Kedua : Apabila seorang mukmin itu berzina dan seterusnya maka hilanglah kesempurnaan iman dari dirinya”[4]
Di antara sifat “ibaadur Rahman” [5] ialah : ‘tidak berzina’. Maka apabila seorang itu melakukan zina, niscaya hilanglah sifat-sifat mulia dari dirinya bersama hilangnya kesempurnaan iman dan nur keimannya. [6]
Setelah kita mengetahui berdasarkan nur Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa zina termasuk ke dalam Al-Kabaair (dosa-dosa besar) maka akan lebih besar lagi dosanya apabila kita melihat siapa yang melakukannya dan kepada siapa?
Kalau zina itu dilakukan oleh orang yang telah tua, maka dosanya akan lebih besar lagi berdasarkan sabda Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Ada tiga golongan (manusia) yang Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka siksa yang sangat pedih, yaitu ; Orang tua yang berzina, raja yang pendusta (pembohong) dan orang miskin yang sombong” [Hadits shahih riwayat Muslim 1/72 dari jalan Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti diatas]
Demikian juga apabila dilakukan oleh orang yang telah nikah atau pernah merasakan nikah yang shahih baik sekarang ini sebagai suami atau istri atau duda atau janda, sama saja, dosanya sangat besar dan hukumannya sangat berat yang setimpal dengan perbuatan mereka, yaitu didera sebanyak seratus kali kemudian di rajam sampai mati atau cukup di rajam saja. Adapun bagi laki-laki yang masih bujang atau dan anak gadis hukumnya didera seratus kali kemudian diasingkan (dibuang) selama satu tahun. Dengan melihat kepada perbedaan hukuman dunia maka para ulama memutuskan berbeda juga besarnya dosa zina itu dari dosa besar kepada yang lebih besar dan sebesar-besar dosa besar. Mereka melihat siapa yang melakukannya dan kepada siapa dilakukannya.
Kemudian, kalau kita melihat kepada siapa dilakukannya, maka apabila seorang itu berzina dengan isteri tetangganya, masuklah dia kedalam sebesar-besar dosa besar (baca kembali haditsnya di fasal kedua dari jalan Ibnu Mas’ud). Dan lebih membinasakan lagi apabila zina itu dilakukan kepada mahramnya seperti kepada ibu kandung, ibu tiri, anak, saudara kandung, keponakan, bibinya dan lain-lain yang ada hubungan mahram, maka hukumannya adalah bunuh. [7]
Setelah kita mengetahui serba sedikit tentang zina [8], dan dosanya, hukumannya di dunia di dalam syari’at Allah dan adzabnya di akhirat yang akan membawa para penzina terpanggang di dalam neraka, sekarang tibalah bagi kami untuk mejelaskan pokok permasalahan di dalam fasal ini yaitu hamil di luar nikah dan masalah nasab anak. Dalam fasal ini ada beberapa kejadian yang masing-masing berbeda hukumnya, maka kami berkata:
[Disalin dari kitab Menanti Buah Hati Dan Hadiah Untuk Yang Dinanti (Diringkasg dari pembahasan pembuka HAMIL DI LUAR NIKAH DAN MASALAH NASAB ANAK, Penulis Abdul Hakim bin Amir Abdat, Penerbit Darul Qolam Jakarta, Cetakan I – Th 1423H/2002M]
'' RIZKY SETELAH NIKAH ''
Ridzki adalah salah satu faktor yang paling banyak menjadi polemik, sebelum maupun setelah pernikahan. Faktor ridzki ini tak henti-hentinya menjadi pokok bahasan dalam, menjelang dan disaat kita mengarungi pernik...ahan. Waktu lamaran atau khitbah misalnya, kerap kali seorang pria ditanyai calon mertua dengan pertanyaan : sudah kerja atau belum ? kerja di mana ?, semata-mata karena kerja ada kaitannya dengan ridzki, dalam pengertian : ridzki material untuk menghidupi keluarga (suami, istri dan anak).
Mengenai jumlah material yang bakal didapat seseorang ketika dia telah menikahpun masih banyak perbedaan pendapat. Ada yang berkata : ridzki material seseorang yang menikah akan berkurang, mengingat jatah dirinya harus dibagi tiga- untuk diri, pasangan dan untuk anak-anaknya. Ada yang berkata : ridzki material seseorang yang menikah akan bertambah, mengingat ridzki dari diri, pasangan dan anak semuanya berkumpul dalam wadah yang bernama keluarga. Pendapat kedua yang lebih optimistik ini berpangkal dari asumsi, masing-masing orang sudah dikaruniai ridzki dari Allah, sehingga ridzki itu berkumpul dalam suatu wadah, yaitu keluarga. Tambah optimis mereka yang memegang prinsip kedua ini, ketika pasangan suami-istri dikaruniai kelahiran seorang anak. Sudah ada ridzki suami, ridzki istri, ditambah lagi ridzkinya seorang anak. "Banyak anak banyak ridzki," bisa berlaku pula teratas mereka yang percaya dengan prinsip yang disebut ke-2 ini.
Bila diminta memihak, maka penulis tentu akan berpihak pada pendapat ke-2, kendati secara logika pendapat pertama tidak sama sekali salah. Pendapat pertama bisa menjadi suatu kebenaran, dengan syarat : pencari nafkah tidak optimal dalam ikhtiar, sedang penerima nafkah tidak mampu mengalokasikan pendapatan secara hemat dan benar. Atau jangan-jangan, pihak yang bertanggungjawab mencari nafkah belum atau tidak mampu mencari nafkah, bagi pemenuhan kebutuhan dan stabilitas ekonomi keluarganya.
Optimisme yang mengemuka dalam pendapat pertama bisa juga menjadi buyar, ketika optimisme tidak didukung oleh maksimalisasi potensi ikhtiar, serta azas penghematan dalam pengelolaan anggaran keluarga. Pameo "banyak anak banyak ridzki" bisa tidak berlaku lagi, berganti dengan pameo : "banyak anak banyak beban." Hemat penulis, fenomena inilah yang banyak terjadi di negara ini. Dengan faktor penyebab yang ditengarai : pernikahan dini, entah karena "married by accident" atau dalih ingin lekas menunaikan perintah agama, tanpa mengukur kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi pasca pernikahan. Itulah sebabnya, untuk mencegah hal tersebut, Ibrahim Amini, seorang cendekiawan Islam meletakkan pekerjaan tetap atau stabil sebagai syarat bagi laki-laki, yang berniat menyunting seorang wanita.
KH Miftah Faridl, salah seorang ulama terkemuka Jawa Barat juga mendukung pendapat kedua, yang menganggap bahwa pernikahan adalah pembuka pintu ridzki. Membaca uraian beliau dalam buku 150 Masalah Nikah & Keluarga bisa diinsyafi bahwa, kalau seseorang menikah maka dia akan memperoleh ridzki untuk dirinya dan untuk teman hidupnya. Dengan menikah diharapkan, ridzki bertambah dengan salah satu sebab, penyaluran pembiayaan hidup yang lebih baik, dan pengelolaan pembiayaan hidup diatas azas penghematan. Pendapat beliau menjawab pertanyaan penulis tentang : mengapa seorang kawan yang masih membujang dan bekerja di perusahaan mentereng, sering mengeluh kekurangan uang. Partner yang handal dalam mengelola ridzki tak pelak menjadi pertimbangan penting, yang harus dipikirkan seseorang ketika ia memilih pasangan hidup. Kurang-cukupnya ridzki dalam sebuah keluarga akhirnya tidak ditentukan oleh jumlah material, melainkan ditentukan oleh kehandalan dan kemampuan manajerial pasangan pernikahan
dalam mengatur cash flow rumahtangga.
0 komentar:
Posting Komentar